« Home | Ngedumel sama Pemerintah Jakarta » | Jenuh meraungi dunia maya » | Online via GPRS » | Awal September 2004 » | 59 tahun » | Mencari Buku Diary » | Senandung Audy dalam mobil » | Pemilu di Ibu Kota » | Kilau Tugu Monas » | Lirik lagu Cinta » 

Sunday, December 12, 2004 

Di Tilang Polisi

Prasangka buruk sudah terjadi kala melewati terminal kampung melayu dikarenakan nyala lampu depan "motor" terkadang mati-hidup dan mati-hidup. Tenaga terkuras hanya untuk memperbaiki kinerja bola lampu motor.

Setelah melewati bawah jembatan serta lampu merah Cawang atas, perjalanan terhenti 50 meter sebelum Carrefour, dikarenakan motor besar milik polisi meluncur dari belakang. Berhenti sejenak laju kendaraan sebab bapak polisi memerintahkan untuk menepi. Jam dipergelangan tangan kiri tertuju ke angka 18.30 wib dan terdengar sayup-sayup suara dari bibir bapak polisi tersebut,: "mas, lampu depan mati dan tolong surat-suratnya".
Merasa tidak bersalah, kucoba menepuk-nepuk body lampu depan dan nyala lampu masih seperti semula yaitu mati dan hidup lagi. Mungkin bapak polisi tidak berkenan dengan tingkah laga ini untuk menepuk-nepuk body lampu maka bentakan sedikit keras terdengar juga,: "sudaaahh... lampunya mati begitu koq ditepuk-tepuk dan tolong keluarkan SIM serta STNK"

SIM dan STNK berpindah tangan, bapak polisi pun berkata,: "Mas tahu khan kesalahannya, lampu depan mati dan yg membonceng tidak memakai pelindung kepala ?". Merasa bersalah, aku pun hanya pasrah dan minta ditilang agar secepatnya bisa sampai rumah.
Bapak polisi menginformasikan kalau ditilang akan dikenakan dua sangsi yaitu lampu mati dan tanpa pelindung kepala. Akupun setuju karena memang begitu kenyataannya dan minta ditilang saja. Singkat kata, bapak polisi meminta uang 100 ribu karena ada dua pelanggaran dan akupun tidak mau serta tetap minta ditilang sebab memang didompet tidak selembarpun uang.

Mungkin karena keberanian aku agar ditilang, bapak polisi menyuruhku meminta ke temen. suara pelan terdengar lagi,: "sudah lima puluh ribu saja" dan temen hanya bilang,: "adanya dualima pak !?"
Empat lembar uang lima ribuan diserahkan ke bapak polisi, setelah dihitung hanya duapuluh, ucapanpun
terlontar juga,: "koq 20.000 ?"
Yang lima ribu untuk pegangan pak, jawab temenku.
Mengherankan, sempat-sempatnya bapak polisi tersebut memberi arahan yaitu apabila ditanya orang, bilang hanya ditanya surat-suratnya dan lengkap semua.

Ini sangat nyata yang aku alami dan sayangnya nama bapak polisi serta nomer polisi pada motor besarnya tidak aku catat. Kesalahan fatal !!!.
Sebetulnya dengan kejadian tersebut, keinginan untuk membuat rekaman melalui handycam akan kulakukan.
Caranya adalah berpura-pura membuat kesalahan dan yg membonceng menyimpan handycam dalam tas tersembunyi. Tingkah pola para polisi bisa terekam yg akhirnya adalah media kaca siap untuk menayangkan.
Keren lho rencana tersebut.
Tetapi jangan polisi saja yg direkam, Dephub perlu juga lho.