« Home | Jenuh meraungi dunia maya » | Online via GPRS » | Awal September 2004 » | 59 tahun » | Mencari Buku Diary » | Senandung Audy dalam mobil » | Pemilu di Ibu Kota » | Kilau Tugu Monas » | Lirik lagu Cinta » | Nongkrong sekitar Hotel Sentral Pramuka » 

Monday, December 06, 2004 

Ngedumel sama Pemerintah Jakarta

Menelusuri jejak pembangunan underpass / flyover di kota Jakarta amatlah menyenangkan, menyesatkan dan bahkan mengharukan. Titik awal kesenangan memperhatikan proses pembangunan tersebut karena terpacu keingintahuan suatu proyek yg akan dikerjakan dan pada titik tertentu kesenangan tersebut menjadi trauma. Hal ini disebabkan lambatnya pekerjaan yg dihadapi para kontraktor sehingga suatu pengorbanan harus dilakukan antara masyarakat atau pihak kontraktor.

Suatu iklan pemerintah di media kaca selalu mendengungkan agar masyarakat harus hemat BBM, mencegah polusi, dahulukan yg cacat, buang sampah ketempatnya, dll. Himbauan yg patut diberi selamat, karena itu yg diinginkan masyarakat. Pertanyaannya, bagaimana saya bisa ........ ?!!

Menyesatkan, itu yg mungkin bisa aku komentari, kenapa ?
Pada titik tertentu pembangunan underpass/flyover akan mengorbankan masyarakat dari pada kontraktor itu sendiri, seharusnya itu dibalik dan memang kewajiban kontraktor harus mengorbankan waktunya, tenaganya dan bahkan anggarannya.   Bagaimana bisa hemat BBM kalau selalu terjadi macet yg berkepanjangan dilokasi proyek dan bahkan berakibat meluasnya kemacetannya. Andai saja suatu proyek untuk fasilitas umum dikerjakan siang malam, tenaga pekerja diperbanyak maka tidak sampai 2 tahun masyarakat mengalami stress dan boros BBM.
Bagaimana harus mencegah polusi di Jakarta ini kalau hapitatnya sudah dilanggar dan dirusak, oleh pemerintah DKI sendiri. Daerah resapan air sudah berubah menjadi pertokoan, perkantoran, mall. Ruang terbuka untuk umum hanya sekian persen yg tersedia. Angkutan umum seperti bis, metromini, angkot kecil yg tidak layak beroperasi (terseok-seok bila jalan, berasap hitam pekat) masih berada di jalan-jalan. Pesisir pantai berubah menjadi hunian rumah mewah. dll.

Mengharukan bila memperhatikan perda-perda yg ada tidak berjalan semestinya dan apakah memang sengaja dininabobokkan. Bagaimana tidak terharu kalau perda dengan nomer sekian melarang para PKL untuk berjualan di trotoar, kenyataannya ?

Terhenti disini.