Thursday, September 28, 2006 

Keselek biji kedondong

Melintasi sisi pusat Jakarta disiang bolong, tidak kudapatkan kesunyian seperti kampung halaman.   Hilir mudik orang Metropolitan tanpa senyum dan terlihat tatapan wajah saling curiga, meninggalkan jejak gelombang-gelombang perang berkecamuk hingga aku seperti berada di tengah permainan itu.

Jakarta terlampau sibuk dengan urusan dunianya.

Dongkol, gondoq melintasi trotoar beton di sepanjang Kramat Raya
memperdengarkan ayunan sepatu pembungkus jempol kaki yang bolong
Isi kepala rupanya sedang melayang seperti layang-layang....
Karena kehilangan keberanian terhadang tiga preman jalanan

Detak jantung berdenyut tak terkontrol
tak ada kata terucap.. tubuh lelah ..
yang ada hanya duka dan kelam

Isi dompet beralih ke genggamannya
aku putuskan untuk diam
sementara alat komunikasi masih berada dalam saku
terdengar kalimat dari bibirnya, Ayo dong... keluarkan dong isinya dong...
tak sadar kuberucap, artinya apa dong....?
..... Keselek biji kedongdong.... tantang nafsunya.

Lukisan lukisan pada tiang beton yang menyangga jalan. aku lihat geliat dari yang membuat. tapi apa?
tak seperti aku melihat geliat yang keluar dari ucapannya....